1. Kehidupan
Enshakushanna adalah seorang raja dari Dinasti Kedua Uruk yang dikenal melalui prasasti yang menyebutkan asal-usulnya, serta serangkaian kampanye militer agresif yang membentuk masa pemerintahannya.
1.1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Enshakushanna adalah seorang raja dari Dinasti Kedua Uruk. Meskipun Daftar Raja Sumeria menempatkannya sebagai raja pertama dari dinasti ini, penelitian modern menunjukkan bahwa urutan ini mungkin tidak akurat dan sedang dalam proses peninjauan kembali. Prasasti yang ditemukan menyebutkan bahwa ayahnya bernama "Elilina", yang oleh beberapa sejarawan diyakini mungkin adalah Elulu, seorang raja dari Ur. Informasi mengenai masa muda atau kehidupan awal Enshakushanna sebelum ia naik takhta masih terbatas, namun ia diyakini berasal dari keluarga bangsawan yang memiliki pengaruh di wilayah Uruk.

1.2. Pemerintahan dan Penaklukan
Masa pemerintahan Enshakushanna ditandai secara luas oleh serangkaian kampanye militer yang agresif. Kampanye yang paling menonjol adalah penyerangannya terhadap kota-kota penting seperti Kish dan Akshak. Bukti serangan ini ditemukan pada sebuah mangkuk batu di Nippur yang berisi prasasti dedikasi. Prasasti tersebut mencatat:
"Untuk Enlil, raja segala negeri, Enshakushanna, tuan negeri Sumeria dan raja bangsa, ketika para dewa memerintahkannya, ia menjarah Kish dan menangkap Enbi-Ishtar, raja Kish. Pemimpin Kish dan pemimpin Akshak, (ketika) kedua kota mereka dihancurkan ... (Lacuna) ... ia kembali kepada mereka, tetapi ia mendedikasikan patung-patung mereka, logam mulia dan lapis lazuli mereka, kayu dan harta benda mereka, kepada dewa Enlil di Nippur."
Banyak cendekiawan mengaitkan lapisan kehancuran EDIIIb di Istana A dan Bangunan Plano-Convex di Kish dengan Enshakushanna. Arkeolog Federico Zaina mencatat bahwa bukti arkeologi di Kish menunjukkan "kehancuran kota Kish yang meluas dan kejam pada akhir ED IIIb". Perintah penghancuran Kish ini merupakan salah satu catatan paling awal mengenai penghancuran kota secara sengaja dalam sejarah, yang mencerminkan kebijakan brutal dalam upaya menegakkan hegemoni. Selain serangan ke utara, Enshakushanna juga diketahui menyerang Akkad. Sebuah nama tahun dari En-šakušuana, raja Uruk, berbunyi "Tahun di mana En-šakušuana mengalahkan Akkad". Peristiwa ini terjadi sesaat sebelum bangkitnya Kekaisaran Akkadia. Melalui penaklukan ini, Enshakushanna berhasil mengklaim hegemoni atas seluruh wilayah Sumeria, mengumpulkan harta benda dan upeti yang sangat besar.

2. Gelar dan Jabatan
Enshakushanna dikenal sebagai penguasa pertama yang mengadopsi gelar Sumeria yang signifikan, yaitu en ki-en-gi lugal kalam (𒂗 𒆠𒂗𒄀 𒈗 𒌦), yang dapat diterjemahkan sebagai "tuan Sumeria dan raja seluruh tanah". Gelar ini mungkin menyiratkan arti "en dari wilayah Uruk dan Lugal dari wilayah Ur". Lebih lanjut, gelar ini dapat dianggap sebagai pendahulu dari gelar yang lebih kemudian, lugal ki-en-gi ki-uri, yang berarti "Raja Sumeria dan Akkad", sebuah gelar yang pada akhirnya melambangkan kekuasaan atas seluruh Mesopotamia. Ia juga dikenal sebagai penguasa pertama yang memperoleh gelar Sumeria "Tuan Sumeria dan Akkad" (en ki-en-gi ki-uri), sebuah gelar yang kemudian melambangkan kekuasaan atas seluruh Mesopotamia. Penggunaan gelar "Raja Tanah" (Lugal kalam ma.KI) oleh Enshakushanna merupakan inovasi penting yang kemudian ditiru dan diteruskan oleh penguasa-penguasa besar Sumeria, seperti Lugalzagesi dari Uruk dan Sargon dari Akkad dari Kekaisaran Akkadia, yang menunjukkan ambisi mereka untuk menguasai seluruh wilayah Sumeria dan sekitarnya.
3. Daftar Raja Sumeria dan Isu Kronologis
Enshakushanna tercatat dalam Daftar Raja Sumeria, yang menyatakan bahwa ia adalah raja pertama dari Dinasti Kedua Uruk dan memerintah selama 60 tahun. Namun, para cendekiawan modern telah lama memperdebatkan keakuratan kronologis Daftar Raja Sumeria, terutama terkait dengan raja-raja Dinasti Kedua Uruk. Diyakini bahwa penulis Daftar Raja Sumeria memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai raja-raja Uruk pada periode ini, sehingga terdapat banyak kelalaian atau ketidaksesuaian dalam catatan mereka.
Penelitian terbaru telah secara signifikan meninjau kembali penempatan Enshakushanna dalam kronologi Sumeria. Sebelumnya, raja-raja yang baru ditemukan hanya disisipkan setelah Enshakushanna. Namun, saat ini, teori yang menempatkan Enshakushanna pada periode yang jauh lebih dekat dengan Kekaisaran Akkadia, khususnya masa pemerintahan Sargon dari Akkad, menjadi lebih dominan. Argumen yang mendukung teori ini meliputi:
- Penemuan individu yang sama yang muncul dalam dokumen administratif dari era Enshakushanna dan era Sargon.
- Pengamatan bahwa bahasa Sumeria tidak menunjukkan perubahan signifikan antara periode Enshakushanna dan periode Sargon.
Perdebatan ini telah menyebabkan peninjauan ulang yang besar terhadap urutan suksesi raja-raja Dinasti Kedua Uruk, termasuk posisi Lugal-kisalsi dan Lugal-kinishe-dudu. Ketidakpastian kronologis ini menyoroti tantangan dalam merekonstruksi sejarah awal Mesopotamia hanya berdasarkan satu sumber kuno.
4. Suksesi dan Konteks Politik
Setelah masa pemerintahan Enshakushanna di Uruk, suksesi kepemimpinan menjadi subjek perdebatan di kalangan sejarawan. Beberapa sumber menunjukkan bahwa ia mungkin digantikan oleh Girimesi, sementara sumber lain menyebutkan bahwa ia digantikan oleh Lugal-kinishe-dudu. Terlepas dari siapa penerus langsungnya di Uruk, hegemoni atas wilayah Sumeria tampaknya telah bergeser ke Eannatum dari Lagash untuk sementara waktu.
Dalam konteks politik yang lebih luas, hubungan antarnegara kota di Mesopotamia sangat dinamis. Lugal-kinishe-dudu, yang merupakan salah satu penerus potensial Enshakushanna, kemudian membentuk aliansi penting dengan Entemena, seorang penerus Eannatum dari Lagash. Aliansi ini dibentuk untuk menghadapi rival utama Lagash pada saat itu, yaitu Umma. Pergeseran hegemoni dan pembentukan aliansi ini menunjukkan kompleksitas jaringan politik dan militer yang ada di Sumeria pasca-pemerintahan Enshakushanna.
5. Prasasti dan Artefak
Beberapa prasasti yang mengabadikan nama Enshakushanna telah ditemukan, memberikan wawasan berharga tentang masa pemerintahannya dan klaim-klaimnya. Salah satu artefak paling signifikan adalah tablet dedikasi yang kini disimpan di Museum Hermitage Negara di St. Petersburg, Federasi Rusia.

Prasasti pada tablet tersebut berbunyi:
"Untuk ... (dewa yang tidak diketahui): Enshakushanna, tuan Sumeria dan raja seluruh tanah, putra Elilina, membangun kuil untuk-Nya."
Teks prasasti ini secara eksplisit menyebutkan nama ayahnya, "Elilina". Beberapa sejarawan, berdasarkan analisis silsilah dan konteks sejarah, berpendapat bahwa "Elilina" ini kemungkinan adalah Elulu, seorang raja dari Ur. Penemuan prasasti-prasasti semacam ini sangat penting karena tidak hanya mengkonfirmasi keberadaan Enshakushanna tetapi juga memberikan rincian tentang silsilahnya, gelar-gelarnya, dan tindakan-tindakan keagamaannya, seperti pembangunan kuil.
6. Penilaian
Penilaian terhadap Enshakushanna mencakup signifikansi historisnya sebagai pelopor konsep hegemoni regional, di samping kontroversi seputar penanggalan pemerintahannya dan kritik terhadap tindakan militernya yang brutal.
6.1. Signifikansi dan Dampak Historis
Enshakushanna memiliki signifikansi historis yang besar dalam sejarah awal Mesopotamia. Kampanye penaklukannya, terutama terhadap Kish dan Akkad, menunjukkan ambisinya untuk menyatukan wilayah Sumeria di bawah kekuasaannya. Meskipun tindakannya seringkali brutal, seperti perintah penghancuran Kish, ia berhasil menegakkan hegemoni Uruk untuk sementara waktu. Dampak paling signifikan dari pemerintahannya adalah pengenalan dan popularisasi gelar "Raja Tanah" (Lugal kalam ma.KI). Gelar ini melambangkan klaim kekuasaan yang lebih luas daripada sekadar penguasa kota, dan kemudian diadopsi oleh penguasa-penguasa ambisius berikutnya seperti Lugalzagesi dan Sargon dari Akkad, yang berusaha menguasai seluruh Sumeria dan menciptakan kekaisaran. Warisannya terletak pada perannya sebagai pelopor dalam konsep hegemoni regional yang lebih luas di Mesopotamia.
6.2. Kritik dan Kontroversi
Meskipun Enshakushanna adalah tokoh penting, pemerintahannya tidak luput dari kritik dan kontroversi, terutama di kalangan akademisi modern. Kontroversi utama adalah seputar penanggalan pemerintahannya dan penempatannya dalam Daftar Raja Sumeria. Meskipun daftar tersebut menempatkannya sebagai raja pertama Dinasti Kedua Uruk, bukti-bukti arkeologis dan linguistik yang muncul belakangan menunjukkan bahwa ia mungkin berkuasa lebih dekat dengan periode Akkadia, bahkan mungkin sezaman dengan Sargon dari Akkad. Ketidaksesuaian ini menimbulkan perdebatan sengit mengenai keandalan Daftar Raja Sumeria sebagai sumber kronologis tunggal.
Selain itu, perintah penghancuran kota Kish oleh Enshakushanna menjadi titik fokus kritik. Tindakan ini, yang digambarkan oleh bukti arkeologi sebagai "kehancuran yang meluas dan kejam", menyoroti aspek brutal dari penaklukan kuno. Dari perspektif hak asasi manusia dan keadilan sosial, perintah semacam itu dapat dilihat sebagai tindakan represif yang menyebabkan penderitaan besar bagi penduduk sipil dan menghancurkan warisan budaya. Perdebatan ini mencerminkan upaya untuk tidak hanya merekonstruksi fakta sejarah tetapi juga untuk mengevaluasi dampak etis dari tindakan para penguasa kuno.